Senin, 22 April 2013


Efektifitas Daun dalam Pemeraman Pisang


  


Pisang merupakan salah satu buah yang tumbuh subur di seluruh wilayah Indonesia. Rasa buah yang enak dan kandungan vitamin C yang cukup tinggi membuat banyak orang menyukainya.
Kebutuhan akan buah pisang dengan ketersediaanya masih belum bisa sejalan, karena masalah waktu masak buah pisang. Buah pisang adalah buah yang tergolong klimaterik, artinya buah yang kurang tua saat panen akan menjadi matang selama penyimpanan. Jika saat panen buah pisang telah cukup tingkat ketuaanya maka hanya perlu waktu 4-5 hari untuk mematangkan, namun jika pisang yang dipanen masih muda bisa membutuhkan waktu yang lebih lama. Sehingga perlu dilakukan proses pematangan buah secara cepat salah satunya dengan cara pemeraman.
Mayoritas masyarakat di seluruh wilayah Indonesia senang menggunakan karbit untuk proses pemeraman buah pisang. Menurut mereka proses pematangan pisang dengan karbit lebih mudah dan cepat. Namun buah yang dihasilkan dari proses pemeraman karbit memiliki tekstur yang lembek dan lebih cepat busuk. Selain itu perlu diketahui bahwa karbit merupakan bahan yang bisa menimbulkan pencemaran lingkungan. Residu karbit yaitu dalam bentuk Ca(OH)2 dengan sifat kebasaannya dapat mencemari lingkungan. Residu Karbit termasuk dalam limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), limbah B3 tersebut apabila dibiarkan kehujanan dan kepanasan maka akan meresap dengan tanah, reaksi antara tanah dengan limbah karbit tersebut dapat membunuh mikroorganisme tanah. Dampak yang cukup signifikan adalah pencemaran udara, hal ini dikarenakan bau/aroma karbit yang menyengat. Pencemaran lingkungan tersebut akan terus meningkat jika belum ditemukan zat/ bahan yang mampu mempercepat proses pematangan buah yang alami dan ramah lingkungan.
Proses pematangan buah pisang secara tradisional dan  ramah lingkungan dapat dilakukan menggunakan daun lamtoro, sengon, gamal atau leresede, kaliandri, mindi, picung atau kluwak dll. Lebih lanjut beberapa daun tanaman memang bisa menghasilkan etilen sehingga sering digunakan sebagai pemacu pematangan. Metode yang digunakan dalam pemeran pisang ini cukup mudah untuk dilakukan, hanya dengan meletakkan buah pisang bersamaan dengan daun yang kita gunakan dalam wadah kedap udara. Banyaknya daun yang digunakan umumnya 20% dari berat pisang yang akan digunakan.
Berdasarkan penelitian mengenai penggunaan daun gamal dalam proses pematangan buah pisang yang dilakukan oleh mahasiswa UGM dalam keikutsertaan mereka di PKM-P tahun 2011 telah membuktikan bahwa daun gamal efektif dalam proses pemeraman pisang. Penelitian itu juga membuktikan bahwa daun gamal dapat menghasilkan gas etilen. Gas etilen yang dihasilkan oleh daun gamal berdasarkan penelitian itu adalah 2,06 µl/g (H+2), 1,84 µl/g (H+3), 9,82 µl/g (H+5), 2,67 µl/g (H+7), 1,23 µl/g (H+9). Gas etilen yang dihasilkan oleh daun gamal akan memacu terjadinya peningkatan laju respirasi dan kerja hormon etilen pada buah, dari proses inilah buah pisang akan mengalami kematangan.
Selain itu hasil penelitian tersebut juga menunjukan bahwa pemeraman buah pisang dengan daun gamal mampu matang dalam waktu 4-5 hari lebih cepat dibanding dengan buah pisang yang matang tanpa perlakuan (kontrol) dengan waktu 9-10 hari. Penetapan pematangan pisang dilihat dari tiga indikator, yakni sensorik (rasa), fisik dan kimia. Pemeraman pisang menggunakan daun gamal menunjukan bahwa pisang yang dimatangkan lebih lama busuk dibanding dengan pemeraman karbit. Hal ini dikarenakan suhu yang merupakan hasil reaksi antara kalsium karbida dengan air cukup tinggi, sehingga warna buah yang dihasilkan akan kusam dan tidak cerah, serta daging buah akan rusak.

Sumber:
Mahfud A, Rahmawati Y, Mujilestari D, Happy MR, Kinasih  ES. 2011.    Laporan akhir PKM-P “Pengujian Pengaruh Daun Gamal  (Gliricideae Sp.) sebagai Bahan Pematang Buah yang Alami dan Ramah Lingkungan”. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (UGM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar