Efektifitas
Daun dalam Pemeraman Pisang
Pisang
merupakan salah satu buah yang tumbuh subur di seluruh wilayah Indonesia. Rasa
buah yang enak dan kandungan vitamin C yang cukup tinggi membuat banyak orang
menyukainya.
Kebutuhan akan
buah pisang dengan ketersediaanya masih belum bisa sejalan, karena masalah
waktu masak buah pisang. Buah pisang adalah buah yang tergolong klimaterik,
artinya buah yang kurang tua saat panen akan menjadi matang selama penyimpanan.
Jika saat panen buah pisang telah cukup tingkat ketuaanya maka hanya perlu
waktu 4-5 hari untuk mematangkan, namun jika pisang yang dipanen masih muda
bisa membutuhkan waktu yang lebih lama. Sehingga perlu dilakukan proses
pematangan buah secara cepat salah satunya dengan cara pemeraman.
Mayoritas
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia senang menggunakan karbit untuk proses
pemeraman buah pisang. Menurut mereka proses pematangan pisang dengan karbit
lebih mudah dan cepat. Namun buah yang dihasilkan dari proses pemeraman karbit
memiliki tekstur yang lembek dan lebih cepat busuk. Selain itu perlu diketahui
bahwa karbit merupakan bahan yang bisa menimbulkan pencemaran lingkungan.
Residu karbit yaitu dalam bentuk Ca(OH)2 dengan sifat kebasaannya
dapat mencemari lingkungan. Residu Karbit termasuk dalam limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), limbah B3 tersebut apabila dibiarkan kehujanan dan
kepanasan maka akan meresap dengan tanah, reaksi antara tanah dengan limbah karbit
tersebut dapat membunuh mikroorganisme tanah. Dampak yang cukup signifikan
adalah pencemaran udara, hal ini dikarenakan bau/aroma karbit yang menyengat.
Pencemaran lingkungan tersebut akan terus meningkat jika belum ditemukan zat/
bahan yang mampu mempercepat proses pematangan buah yang alami dan ramah
lingkungan.
Proses
pematangan buah pisang secara tradisional dan ramah lingkungan dapat dilakukan menggunakan
daun lamtoro, sengon, gamal atau leresede, kaliandri, mindi, picung atau kluwak
dll. Lebih
lanjut beberapa daun tanaman memang bisa menghasilkan
etilen sehingga sering digunakan sebagai pemacu pematangan. Metode yang digunakan dalam pemeran
pisang ini cukup mudah untuk dilakukan, hanya dengan meletakkan buah pisang
bersamaan dengan daun yang kita gunakan dalam wadah kedap udara. Banyaknya daun
yang digunakan umumnya 20% dari berat pisang yang akan digunakan.
Berdasarkan penelitian
mengenai penggunaan daun gamal dalam proses pematangan buah pisang yang
dilakukan oleh mahasiswa UGM dalam keikutsertaan mereka di PKM-P tahun 2011
telah membuktikan bahwa daun gamal efektif dalam proses pemeraman pisang. Penelitian itu juga
membuktikan bahwa daun gamal dapat menghasilkan gas etilen. Gas etilen yang
dihasilkan oleh daun gamal berdasarkan penelitian itu adalah 2,06 µl/g (H+2),
1,84 µl/g (H+3), 9,82 µl/g (H+5), 2,67 µl/g (H+7), 1,23 µl/g (H+9). Gas etilen
yang dihasilkan oleh daun gamal akan memacu terjadinya peningkatan laju
respirasi dan kerja hormon etilen pada buah, dari proses inilah buah pisang
akan mengalami kematangan.
Selain itu hasil penelitian tersebut
juga menunjukan bahwa pemeraman buah pisang dengan daun gamal mampu matang
dalam waktu 4-5 hari lebih cepat dibanding dengan buah pisang yang matang tanpa
perlakuan (kontrol) dengan waktu 9-10 hari. Penetapan pematangan pisang dilihat
dari tiga indikator, yakni sensorik (rasa), fisik dan kimia. Pemeraman pisang
menggunakan daun gamal menunjukan bahwa pisang yang
dimatangkan lebih lama busuk dibanding dengan pemeraman karbit. Hal ini
dikarenakan suhu yang merupakan hasil reaksi antara kalsium karbida dengan air
cukup tinggi, sehingga warna buah yang
dihasilkan akan kusam dan tidak cerah, serta daging buah akan rusak.
Sumber:
Mahfud
A, Rahmawati Y, Mujilestari D, Happy MR, Kinasih ES. 2011. Laporan
akhir PKM-P “Pengujian Pengaruh Daun Gamal
(Gliricideae Sp.) sebagai Bahan Pematang Buah yang Alami dan Ramah Lingkungan”. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada (UGM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar